Kamis, 14 Juli 2022

DIANOSA PENYAKIT IKAN SECARA SEDERHANA

Faktor X dalam budidaya ikan yang dapat menurunkan produktivitas para pembudidaya pada musim-musim sekarang ini adalah penyakit. Memang banyak faktor bila diteliti lebih mendalam tentang penyebab munculnya wabah penyakit. Dalam usaha budidaya yang intensif, kita mencoba memelihara ikan dalam kondisi yang terkontrol (padat tebar tinggi, pakan tambahan, aerasi dan lain-lain). Semuanya ini mengakibatkan perubahan baik terhadap biologi, nutrisi atau bentuk-bentuk polutan. Dalam banyak hal, kegiatan budidaya telah mengakibatkan banyak kerugian dimana penyakit telah membunuh sebagian besar atau bahkan seluruh stok ikan yang dipelihara. Lebih umum lagi, keberadaan penyakit telah membuat usaha budidaya tidak ekonomis. Kita sebenarnya dapat memelihara dan memproduksi ikan yang sehat baik pada hatchery maupun pada usaha pembesaran. Ini bisa dicapai apabila kita mengerti kompleks interaksi dari faktor-faktor yang menyebabkan suatu penyakit dan menerapkan pengetahuan ini dalam usaha budidaya yang intensif. 

Banyak orang percaya bahwa apabila suatu biological (zat hidup) atau chemical agent (zat kimia) berada dalam atau pada organisme peliharaan, maka organisme tersebut akan menderita sakit. Hal ini memang benar adanya. Terdapat banyak faktor yang menentukan seekor ikan menjadi sakit. Para pakar Aquaculture menggambarkan sebuah diagram keterkaitan faktor-faktor dalam budidaya ikan yang rentan dituding sebagai asal muasal penyakit, sebagai berikut :

Diagram keteraitan faktor budidaya ikan

Faktor utamanya adalah Host (organisme peliharaan / inang), Pathogen (microba, parasit) dan Environment (lingkungan / air). Penyakit merupakan ekspresi dari kompleks interaksi antara host-pathogen-environment.

Analisis deskriptif

Siklus penyebaran penyakit seperti gambar diatas dapat dianalisa dengan pemikiran dasar / logika tanpa diagnosa rumit dan membutuhkan alat ukur / biaya yang mahal. 

Lingkaran pertama adalah inang (ikan), artinya bahwa masuknya penyakit ke dalam tubuh ikan tergantung dari sejauh mana tingkat kesehatan dan kekebalan tubuh ikan tersebut. Kondisi optimal atau ikan sehat dengan gerakan lincah dan sistem metabolisme normal (nafsu makan baik) merupakan modal awal untuk menjaga daya hidupnya. Sebuah ilmu mengatakan bahwa microba berupa bakteri dapat masuk dalam tubuh ikan meskipun dalam kondisi sehat, namun selama bakteri baik dalam tubuh yang berfungsi membantu kerja metabolisme dengan menghasilkan enzym tersebut dapat berperan bagus, maka bakteri pathogen tidak akan bisa menandinginya. Sebaliknya dengan microba virus yang dikenal mematikan tidak akan dapat masuk atau menyerang ke dalam tubuh ikan dengan kondisi tubuh fit. Ia akan menjadi pathogen yang bersifat parasit (menempel dan membunuh) pada ikan yang kurang sehat atau stress. Untuk itu, perlunya kita memperhatikan dan mengenal kondisi ikan budidaya secara kontinu atau perlunya dilakukan sampling (ambil contoh) untuk memastikan kondisi ikan tersebut.

Kedua, masalah Pathogen (microba, bakteri, parasit atau virus) yang merupakan sumber malapetaka penyakit. Dilihat dari segi ekosistem air budidaya, bahwa media budidaya ikan tidak lepas dari mikroorganisme baik fyto atau zoo (tumbuhan atau hewan) yang mewarnai siklus budidaya. Kehadiran mereka justru diharapkan guna menyeimbangkan perairan budidaya, dalam artian bahwa lebih baik budidaya dengan kondisi perairan dengan ekosistem yang terjaga dari pada budidaya dalam air mineral yang steril.

Ekosistem Perairan

Di atas digambarkan, bahwa kondisi perairan sesungguhnya didominasi oleh rangkaian ekosistem yang tak terelakkan, dihuni oleh mikroorganisme, bakteri, virus, jamur dan parasit yang siap mengancam kesehatan perairan dan ikan. Disisi lain hal tersebut dapat dimanfaatkan secara positif dalam kondisi baik. Seperti halnya mikrorganisme (fytoplankton dan zooplankton) yang biasanya membentuk warna air (kehijauan/kecoklatan) merupakan pakan alami untuk ikan. Selain itu, fytoplankton dikenal sebagai pemasok oksigen terlarut (DO) dalam air terbesar dengan bantuan sinar matahari. Namun beberapa jenis fyto dan zooplankton ada yang bersifat toxic (beracun) dalam perairan tidak stabil.

Jenis bakteri dan virus akan muncul seiring dengan menurunnya kualitas air kolam. Banyak faktor yang membuat perubahan tesebut, misalnya tumpukan sisa pakan dan kotoran didasar kolam yang merupakan zat organik yang sifatnya akan membusuk jika tidak terjadi dekomposisi (perombakan), perubahan cuaca dari panas ke hujan atau sebaliknya sehngga mengguncang parameter suhu, pH (keasaman), kandungan oksigen dan parameter fisika dan kimia air lainnya. Puncak kejahatan bakteri dan virus adalah jika mereka dapat memanfaatkan kondisi ikan yang kurang sehat dan menjadikannya wabah yang dapat ditularkan manakala terjadi kontak fisik, air dan bahkan melalui udara ke kolam lainnya.

Sedangkan jamur dan parasit kerap muncul dan memperburuk kondisi perairan yang keruh atau pekat akibat pencemaran ataupun menumpuknya zat organik seperti sisa pakan. Sifat dari jamur dan parasit selalu berkembang biak selama media hidupnya dapat ditempeli. Tak jarang dapat membentuk spora,kista atau telur yang akan semakin merebak pada kolam. Menempel pada tubuh ikan dan menggerogoti sistem jaringan luar epidermis (kulit atau sisik) sehingga menjadikannya luka yang apabila tidak segera diatasi dapat menyebar dan mematikan.  

Faktor yang terakhir adalah lingkungan (air media budidaya). Tidak hanya membahas tentang bagaimana kondisi parameter kualitas air, namun juga hal-hal yang berpengaruh dengan lingkungan tersebut. Keseimbangan air yang merupakan parameter penting dalam pengelolaanya, karena ada beberapa hal yang sering disoroti para pakar budidaya ikan, yakni : parameter air (fisika dan kimia), kepadatan dan pakan ikan.

Keseimbangan Perairan

Macam-macam penyakit ikan air tawar

Beberapa macam penyakit ikan yang menyerang dan telah mewabah di daerah potensi perikanan wilayah indonesia masih menjadi kendala dan pasang surut produktivitas petani budidaya. Keadaan cuaca/iklim dan kondisi lingkungan yang menunjukkan penurunan daya dukung lahan semakin kentara. Disisi lain, tidak diimbanginya mutu perbenihan yang semakin anjlok, meskipun telah muncul berbagai varian genetik ikan air tawar, namun persebarannya kurang merata dan harus dilakukan adapatasi yang memakan waktu mengingat posisi alam indonesia pada belahan bumi tropis.

1. KHV (Koi Herpes Virus) 

Koi Herpes Virus yang kabarnya masih menjadi momok bagi pembudidaya ikan mas (Cyprinus carpio sp.). Dari data Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan dan Balai Riset Perikanan Budidaya (Ditkeskanling dan BRPB) bahwa penyebaran virus KHV telah merambah di seluruh nusantara.

Penyebaran penyakit, terutama infeksi virus akan terus menyebar tanpa bisa dikendalikan, karena dapat melelui media udara. Jika kita kembalikan kepada pemahaman tentang sifat virus sendiri yang tidak dapat masuk ke dalam tubuh inang selama ikan tersebut dalam kondisi sehat, berarti masih ada sebuh harapan besar yang dapat kita jadikan tuntunan bahwa begitu pentingnya menjaga kesehatan ikan atau melakukan sebuah langkah pencegahan. Karena apabila sudah terinfeksi dan virus telah dapat merusak sistem organ dalam tubuh ikan, tidak akan ada harapan dan yang terjadi adalah menunggu kematian ikan.

Gejala timbulnya penyakit KHV berawal dari kondisi suhu perairan dan lingkungan yang tidak bersahabat, lonjakan naik turunnya suhu kerap menimbulkan efek negative. Diketahui dari hasil riset internasional bahwa pertumbuhan KHV terjadi pada suhu 15 – 25 oC. Aktivitas serangan virus bersifat akut (mematikan) hingga 80 – 100% kematian pada ikan, menghasilkan kerusakan jaringan cukup luas dan menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Infeksi virus sering dilanjutkan dengan infeksi sekunder oleh bakteri ataupun didahului oleh infeksi sekunder oleh organisme parasit misalnya Argulus (kutu ikan), Lernea dan lain-lain.

Insang Terserang KHV

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa kondisi ikan mas yang terserang penyakit KHV selalu ditandai dengan luka atau memar merah pada bagian insang ikan. Diawali dengan tingkah laku ikan yang berenang tanpa arah atau memutar-mutar, bernafas dengan terengah-engah (megap-megap) pada permukaan air, keluarnya lendir, mata cekung dan bengkak pada bagian insang. Virus menginfeksi dengan serangan pertama pada insang yang merupakan organ vital dalam pernafasan ikan, kemudian menjangkit pada organ dalam tubuh ikan yakni ginjal dan merusak system pencernaan usus sehingga nafsu makan turun drastis. Virus tetap infectif selama 4 jam didalam air sehingga dapat menular pada ikan yang lain dengan kondisi labil. Infeksi sekunder bakteri juga menyebabkan banyak terjadi luka-luka pada bagian sisik atau tubuh ikan. Hingga sekarang ini, KHV dapat mewabah sewaktu-waktu pada budidaya kolam kita, untuk itu tindakan insentif dalam pencegahan harus tetap dilakukan dengan pengelolaan air yang baik, pemberian multivitamin atau supplemen untuk membantu menguatkan daya tahan tubuh ikan perlu diterapkan.

2. Aeromonas hidrophyla

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri aeromonas ini dapat menjangkit semua jenis ikan air tawar di Indonesia. Dimana-mana bakteri-bakteri ini hampir selalu ditemukan dan hidup di air kolam, di permukaan tubuh ikan dan pada organ-organ tubuh bagian dalam ikan. Bakteri ini mudah berkembang biak dalam kondisi perairan dengan segala suhu dan perubahan lingkungan. 

Keberadaannya tidak begitu berbahaya, namun dalam jumlah yang banyak di perairan, bakteri selalu siaga mengintai kondisi labil ikan dan ketidakstabilan air untuk bergerak dan menimbulkan penyakit. Infeksi yang sering terjadi biasanya berkaitan dengan kondisi stress ikan yang diakibatkan oleh beberapa hal. Untuk itu perlu diperhatikan secara lebih serius. 

Faktor kepadatan (kuantitas) ikan dalam kolam adalah penyebab yang sering mengakibatkan ikan stress. Daya tampung benih harus diperhitungkan secara matang agar tidak terjadi over capacity yang mengakibatkan ikan kekurangan ruang gerak dan oksigen untuk bernafas pada saat usia dewasa, atau dapat dilakukan sortir atau pendederan. 

Malnutrisi atau pola makan yang tidak seimbang antara frekwensi pembarian pakan dan nilai gizi pakan. Kebutuhan pakan ikan dapat dipenuhi dengan adanya pakan alami dalam perairan ataupun pakan buatan yang disuplai dari luar. Untuk lebih memaksimalkan pertumbuhan dan mencegah terjadinya malnutrisi dapat digunakan supplemen tambahan yang membantu menambah nilai gizi pakan. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ikan dengan melakukan sampling setiap minggunya agar diketahui secara pasti kurang labihnya kebutuhan pakan yang diberikan.

Ikan Terserang Aeromonas

Ilmu pengetahuan yang berkembang menyatakan bahwa Aeromonas hydrophila dapat memanfaatkan albumin, kasein, fibrinogen, dan gelatin sebagai substrat protein. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bakteri ini bersifat proteolotik (Shotts et al. 1985), sehingga berpotensi besar sebagai patogen ikan. Adanya enzim proteolitik akan merusak dinding intenstin, sehingga terjadi penebalan dinding, udem dan semi transparan (Munro 1982). Ketika Aeromonas hydrophila masuk ke dalam tubuh inang, maka toksin yang dihasilkan akan menyebar melalui aliran darah menuju organ.

LPS dapat menyebabkan peradangan, demam, penurunan kadar besi, dan pembekuan darah. Disamping mampu memproduksi eksotoksin dan endotoksin sebagai faktor virulensi, Aeromonas hydrophila patogen juga memiliki kemampuan untuk menempel pada sel tubuh ikan melalui aktifitas adhesins

Serangan yang ditimbulkan bersifat akut dan apabila kondisi lingkungan terus merosot, dapat menyebabkan kematian missal. Ditandai dengan timbulnya luka-luka memar atau borok di sekujur tubuh dan kepala ikan. Penyakit ini dapat menular bebas melalui air, kontak badan dan peralatan yang tersemar olah bekteri tersebut. Untuk itu faktor kepadatan dan kualitas air harus benar-benar dijaga dengan system pencegahan yang lebih efektif.

3. Bintik putih “ich”

Penyebaran penyakit ini sangat cepat, terutama pada suhu optimalnya (15-25°C). pada suhu 30° C atau lebih, penyakit ini akan mati atau siklusnya berhenti. Siklus hidup parasit ini terbagi dalam beberapa fase, yaitu parasiter (tropozoit), pre-kista (tomont), kista (trophont), post-kista (theront).

Siklus Perkembangbiakan "ich"

Siklus hidup ini terjadi selama 6 hari pada suhu 25°C, 10 hari pada suhu 15°C, dan lebih sebulan pada suhu 10° C. Fase parasiter merupakan fase aktif yang membentuk nodula (spot atau bintik) putih di kulit dan epitel insang ikan. Bila sudah dewasa, parasit akan keluar dari nodula dan membentuk pre-kista yang berenang bebas mencari tempat menempel seperti akuarium, serokan, dan tanaman air. Di tempat menempelnya pre-kista akan berkembang menjadi kista yang di dalamnya berisi tomite.

Tomite inilah yang akan membelah menjadi banyak. Pembelahan tomite menyebabkan kista pecah sehingga tomite keluar. Tomite selanjutnya akan berkembang menjadi bentuk post-kista. Fase inilah yang aktif menyerang ikan. Jumlahnya di dalam air sangat banyak. Setiap kista dapat menghasilkan lebih dari 1.000 post-kista.

Berdasarkan sumber lain, bahwa penyakit ini sering terjadi pada musim hujan dengan suhu berkisar 20 - 24°C, selain itu pH perairan yang cepat naik turun pada musim penghujan juga memperkuat argument bahwa fluktuasi air kolam lebih drastis. 

Ikan Terserang Penyakit Bintik Putih

Ikan yang terserang akan kehilangan fungsi insang sehingga mengganggu respirasi. Selain itu ikan menjadi malas berenang dan Akibat serangan penyakit berbahaya ini, tubuh ikan banyak dijumpai bintik-bintik putih sehingga penyakit ini disebut White spot. Apabila telah menyebar keseluruh tubuh, dapat menimbulkan kematian. Terkesan lebih tragis bahwa pada serangan cukup serius, ikan akan menggosok-gosokkan tubuhnya ke dinding akuarium atau kolam sehingga menimbulkan luka. Luka dapat mengalami infeksi sekunder oleh cendawan.

Walaupun kebanyakan yang diserang adalah benih ikan berukuran 1-5 cm, namun penyakit ini pun sering menyerang ikan besar maupun kecil. Begitu hebat perkembangan siklus hidup dan penyebaran parasit ini, untuk itu perlu lebih significant dalam melakukan tindakan pencegahan, minimal dengan cara memberok ikan pada air mengalir atau kepadatan ikan dikurangi. 

4. Streptococcus

Streptococcosis memang tidak masuk ke dalam daftar penyakit ikan yang dianggap sangat berbahaya oleh Komisi Kesehatan Ikan dan Lingkungan, sebagaimana MAS, KHV, WSSV atau pun VNN. Tetapi, meski tak masuk dalam daftar tersebut, bukan berarti penyakit streptococcosis bisa dianggap remeh oleh para pembudidaya ikan nila. Pada manajemen budidaya yang kurang baik, penyakit ini dapat mengakibatkan kematian masal. “Pada fase pembesaran, kematian bisa sampai 100%.

Penyakit streptococcosis ini biasanya muncul pada saat adanya perubahan cuaca secara drastis, dari panas ke hujan maupun sebaliknya. “Jika siangnya panas terik, kemudian sore harinya terjadi hujan, penyakit ini berpotensi akan muncul”.

Dalam banyak kasus, bakteri Streptococcus menyerang ikan nila pada ukuran tertentu. “Biasanya pada saat ukuran ikan menjelang 50 gram. Setelah itu, dia akan menyerang lagi saat ikan berukuran antara 100-250 gram,” ujarnya. Ini berarti ancaman yang sama besar ditujukan baik kepada para pendeder (saat ikan berukuran di bawah 50 gram) maupun pembudidaya pembesaran (saat ikan berukuran 100-250 gram).

Bakteri Streptococcus ini akan masuk ke  dalam tubuh ikan nila lewat infeksi melalui sistem pencernaan. Gejala ditandai dengan penampakan perut ikan yang terlihat agak kembung. Selanjutnya bakteri akan masuk aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh, hingga ke ginjal. “Jika dilakukan bedah bangkai ginjal kelihatan pucat dan bengkak,”

Pada fase ini, nafsu makan ikan akan berkurang, sehingga ikan lebih mudah stres, daya tahan menurun. Tahap lanjut, toksin (racun-red) dari bekteri mulai menyebar mengganggu syaraf, hingga akhirnya menyerang syaraf pusat, yaitu otak. “Kalau sudah sampai syaraf, sulit untuk diatasi. Pada fase ini ikan menunjukkan gejala berputar-putar (whirling) menyerupai gangsing, dan akhirnya ikan tersebut mati.

Celakanya, waktu yang dibutuhkan bakteri streptococcus ini dari menginfeksi ikan nila sampai pada fase whirling relatif singkat. “Rata-rata hanya butuh waktu antara 7-14 hari, tergantung dari kondisi ikan nila,” sambung Heny. Serangan bakteri Streptococcus ini ternyata tidak hanya mengakibatkan ikan berputar-putar dan kemudian mati, tetapi juga dapat mengakibatkan penyakit popeye, dengan ciri-ciri; mata menonjol, bengkak dan berdarah. (artikel Akibat Streptococcosis, Rusak Nila Sekolam, 2006)

Penyakit Ikan Mendolo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar