Kamis, 27 Januari 2022

PENDEDERAN IKAN NILA

Pendederan adalah suatu kegiatan pemeliharaan benih ikan setelah periode larva sampai dihasilkan ukuran benih tertentu yang siap didederkan kembali atau siap ditebarkan di kolam pembesaran. Pendederan juga menjadi tahapan yang tepat untuk menyeleksi benih-benih unggul.

Pendederan benih ikan dimulai dari benih ukuran 3/4-1 inci (umur 21-30 hari) dari hasil pembenihan. Namun umumnya pembudidaya ikan mulai melakukan pendederan dari benih yang berukuran 1 inci/ekor.

Tahapan Pendederan Benih Ikan

Pendederan benih ikan nila dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap pertama dan tahap kedua. Pada pendederan tahap pertama, pemeliharaan benih dilakukan hingga benih mencapai ukuran 2 - 3 inci/ekor, yakni selama 1 bulan pemeliharaan. Sedangkan pada pendederan tahap kedua, pemeliharaan dilakukan pada benih hasil pendederan pertama (ukuran 2 inci/ekor) hingga ukuran benih mencapa 3 - 4 inci/ekor, yakni selama 1 bulan pemeliharaan. Selanjutnya, benih ukuran 3 - 4 inci tersebut pun siap untuk ditebarkan di kolam pembesaran.

Kolam Pendederan

Pendederan benih ikan dapat dilakukan di kolam tanah, kolam semen, dan bak terpal plastik. Luas kolam untuk pendederan benih sebaiknya jangan terlalu luas untuk memudahkan pengelolaan dan pengawasan selama pemeliharaan. Kolam pendederan idealnya berbentuk empat persegi panjang serta mempunyai saluran pemasukan dan pengeluaran air. Pada bagian tengah dasar kolam dilengkapi dengan saluran tengah atau kemalir yang berfungsi untuk memudahkan penangkapan ikan saat dipanen.

1. Pendederan di kolam tanah

Secara teknis, pendederan di kolam tanah lebih sederhana dengan investasi yang lebih rendah. Petakan kolam budidaya umumnya berbentuk empat persegi panjang. Pada kolam tanah, jenis tanah untuk kolam pendederan menjadi faktor utama. Dasar dan dinding kolam harus kedap air dan kuat menahan air kolam secara permanen dan tanah dipilih yang tidak porous (dapat menahan air), berstruktur kuat, dan tidak berbatu. Jenis tanah yang baik untuk dijadikan kolam adalah tanah liat atau lempung. Secara umum, patin lebih menyukai kolam yang bersifat alami sehingga sebaiknya dasar kolam tetap dari tanah. Sedangkan untuk pematang dapat dibuat dari tanah atau semen/tembok.

Kolam pemeliharaan umumnya berukuran 50-500 m2 per kolam. Pada budidaya ikan secara intensif, luas kolam dianjurkan jangan terlalu luas karena akan mempersulit ketika melakukan pengelolaan air dan pengawasan hama penyakit. Luas kolam sebaiknya disesuaikan dengan lokasi, ketersediaan lahan, dan suplai air.

Ketinggian air dari dasar kolam dapat diatur, mulai dari ketinggian 50-80 cm atau tergantung dari ukuran benih dan padat penebaran. Jika benih ikan yang dipelihara masih berukuran kecil, kedalaman air kolam cukup 40 - 50 cm. Semakin besar ukuran ikan dan padat populasinya, ketinggian air harus ditambah sampai ketinggiannya optimal (kira-kira 80 cm). 

Tiap petakan kolam mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran (outlet) yang terpisah untuk keperluan penggantian air, penyiapan kolam sebelum ditebari benih, dan pemanenan. Dasar kolam dibuat miring antara 3-5% ke arah pintu pembuangan air atau kemalir.

Pada dasar kolam dibuat kemalir, yaitu saluran air tengah dengan ukuran lebar 50-100 cm dan kedalaman antara 30-50 m dari pelataran kolam. Posisi kemalir melintang dari pintu pemasukan ke arah pintu pengeluaran. Dasar kemalir sedikit miring ke arah pembuangan untuk memudahkan pengeringan air dan pengumpulan patin pada waktu panen. Selain untuk mempermudah penangkapan ikan pada waktu panen, kemalir berfungsi sebagai tempat berteduh bagi ikan pada siang hari karena air yang dalam itu menyebabkan suhu di dasar kemalir tetap dingin.

2. Pendederan di kolam semen

Kolam pendederan untuk benih patin bisa terbuat dari tembok yang disemen. Kolam pemeliharaan dapat dibuat dari semen seluruhnya dengan dasar kolam diberi pasir atau dindingnya saja dari tembok, sedangkan dasarnya masih tanah. Kolam pemeliharaan umumnya berukuran 20-200 m2 per kolam. Maksudnya agar pengelolaan air dan pengawasannya lebih mudah.

Ketinggian air dari dasar kolam bisa diatur, mulai dari ketinggian 50-80 cm atau tergantung dari ukuran benih dan padat penebaran. Jika patin yang dipelihara masih berukuran kecil, kedalaman air kolam cukup 40-50 cm. Namun, semakin besar ukuran ikan dan padat populasinya, ketinggian air harus ditambah sampai ketinggian optimal (sekitar 80 cm). Tiap petakan kolam memiliki pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran (outlet) yang terpisah yang dibutuhkan untuk beberapa kegiatan seperti penggantian air, penyiapan kolam sebelum ditebari benih, dan pemanenan. Dasar kolam idealnya dibuat miring antara 3 - 5 % ke arah pintu pembuangan air atau kemalir.

Seperti halnya di kolam tanah, pada kolam semen juga harus dilengkapi dengan kemalir, yaitu saluran air tengah kolam yang berukuran lebar 5 0 - 8 0 cm dengan kedalaman 3 0 - 5 0 m dari pelataran kolam. Posisi kemalir dibuat melintang dari pintu pemasukan ke arah pintu pengeluaran. Oleh karena disesuaikan dengan dasar kolam, dasar kemalir juga dibuat sedikit miring, yakni ke arah pembuangan. Hal ini untuk memudahkan pengeringan air dan pengumpulan patin ketika panen. Selain itu, kemalir berfungsi sebagai tempat berteduh bagi ikan pada siang hari karena air yang berada di bagian dalam kemalir suhunya tetap dingin.

Pintu pemasukan dan pengeluaran air pada kolam semen bisa terbuat pipa paralon PVC (ukuran 2-4 inci) yang disusun sebagai sistem pipa goyang atau sistem sipon. Sistem ini sudah umum diaplikasikan pada usaha pendederan patin secara intensif dan modern. Melalui sistem ini, penggantian air, pembuangan kotoran, serta sisa-sisa pakan di dasar kolam diharapkan akan menjadi lebih mudah.

Pemasangan pipa paralon dan keni dibuat rata dengan dasar kemalir dan dengan tanah di luar kolam. Ujung pipa paralon yang terdapat di dalam petakan kolam perlu dibungkus dengan kawat kasa sebagai saringan. Tujuannya agar patin tidak lolos melalui lubang paralon ketika air diganti atau ketika ikan dipanen.

3. Pendederan di kolam terpal plastik

Penggunaan kolam terpal untuk pemeliharaan ikan nila merupakan salah satu alternatif wadah pendederan yang sering digunakan oleh para pembudidaya ikan nila. Terpal yang digunakan harus berupa plastik kualitas nomor satu, yakni memiliki ketebalan A5 atau A6 dengan ukuran lebar 6-8 m dan panjang 8-12 m. Ukuran tersebut dapat menghasilkan sebuah kolam terpal dengan ukuran lebar 4-6 m, panjang 6-10 m, dan tinggi sekitar 1 m.

4. Pendederan di KJA

Pendederan Nila di KJA

Pendederan di Keramba Jaring Apung (KJA) bertujuan untuk efisiensi penggunaan lahan. Pendederan di KJA bisa dilakukan di KJA yang berukuran 7 x 7 x 1,1 m (54 m2) dibuat dari jaring yang mata jaringnya berukuran kecil (waring). KJA ditempatkan di dalam waduk atau danau. Penebaran ikan nila di KJA dapat dilakukan dengan kepadatan yang tinggi tetapi kondisi air di danau atau waduk baik. Pendederan dilakukan untuk menjaga ketersediaan benih tepat waktu untuk pembesaran di KJA. Dengan demikian, tingkat kelangsungan hidup selama pembesaran di KJA lebih tinggi dibandingkan benih hasil pendederan yang dilakukan di kolam atau sawah. Perbedaan yang mendasar yang membedakan pendederan di KJA dan pendederan II di kolam adalah padat tebar bisa ditingkatkan menjadi 185 ekor/m3 atau 10.000 ekor/petak. Pemeliharaan di KJA pada umunya dilakukan lebih lama yakni 3 bulan dengan ukuran tebar minimal 15 gram/ekor. Dengan demikian, ukuran panennya akan lebih besar, yakni 30-50 gram/ekor. Ukuran tersebut cukup ideal untuk pembesaran lebih lanjut di KJA untuk diperoleh hasil panen ukuran ekspor yakni 500-600 gram/ekor.

Tingkat kelangsungan hidup pada pendederan relatif tinggi, yakni sekitar 70%. Pada pendederan di KJA, pakan tambahan mutlak diberikan karena jumlah pakan alami di dalam danau atau waduk relatif sedikit. Pakan tambahan yang diberikan berupa pelet. Frekwensi pemberiaan pakan dilakukan 3 kali sehari sebanyak 3% dari berat total ikan yang dipelihara. Untuk mengetahui berat ikan yang dipelihara, secara periodik setiap satu minggu dilakukan sampling sehingga jumlah pakan yang diberikan tepat dan dapat dimanfaatkan secara optimal. Pemanenan di KJA lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan pemanenan di sawah, kolam, dan tambak karena tidak perlu mengeringkan air, tetapi cukup menarik jaring ke atas permukaan dan ikan terlihat ditangkap dengan menggunakan seser. Cara lain yang dapat diterapkan adalah menggiring ikan ke salah satu sudut jaring ikan terkumpul dan menangkapnya. Ikan yang sudah ditangkap selanjutnya dimasukan di dalam ember atau hapa yang berukuran kecil, kemudian ditebar ke KJA k usus pembesaran (Khairuman dan Amri, 2003).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar