Pembinaan Kelompok |
Kelembagaan pelaku utama
perikanan adalah kumpulan para pelaku utama yang terdiri dari nelayan,
pembudidaya ikan, pengolah dan pemasar ikan yang terikat secara informal atas
dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta di dalam lingkungan pengaruh dan pimpinan
seorang ketua kelompok pelaku utama kelautan dan perikanan.
Kelembagaan pelaku utama kegiatan perikanan
dapat berbentuk kelompok, gabungan kelompok, asosiasi, atau korporasi. Kelembagaan pelaku utama kegiatan
perikanan tersebut berbentuk:
1) KUB yang dibentuk oleh nelayan;
2) POKDAKAN yang dibentuk oleh pembudi
daya ikan;
3) POKLAHSAR yang dibentuk oleh pengolah
dan pemasar ikan;
4) KUGAR yang dibentuk oleh petambak
garam;
5) POKMASWAS yang dibentuk oleh
masyarakat dalam rangka pengawasan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
kelautan dan perikanan.
Karakteristik kelembagaan kelompok
pelaku utama kelautan dan perikanan dapat dilihat dari kondisi masyarakat serta
pengelolaan sumberdaya alam yang meliputi:
ü Penerapan tekonologi perikanan
dikembangkan dengan memperhatikan kondisi spesifik lokasi.
ü Kelembagaan pelaku utama perikanan
lebih bekerja dan berusaha dengan pendekatan partisipatif dan kekeluargaan.
ü Penanganan bidang perikanan
dipengaruhi oleh sumberdaya perikanan yang dinamis, kompleksitas fisik
perairan.
ü Dalam pengelolaan sumberdaya
perikanan yang ada digunakan pendekatan kawasan dan pendekatan wilayah.
ü Pelaku utama kelautan dan perikanan
mayoritas pada usaha skala kecil sehingga kurang mendapat akses pembangunan dan
model kelembagaan lebih ditujukan kepada peran aktif masyarakat sebagai subyek
pembangunan di wilayahnya.
Kelompok pelaku utama kelautan dan
perikanan yang efektif dan baik harus memiliki 5 buah ciri-ciri sebagai
berikut:
1) Merupakan kelompok kecil yang efektif
(kira-kira 20 orang) untuk bekerja sama dengan :
a. Belajar teknologi, manajemen usaha
perikanan dan sebagainya
b. Mengambil keputusan dan bertanggung
jawab atas pelaksanaannya
c. Berproduksi dan memelihara
kelestarian sumberdaya alam
d. Kegiatan lain yang menyangkut
kepentingan bersama
2) Anggotanya adalah pelaku utama yang
berada di dalam lingkungan pengaruh seorang kontak pelaku utama
3) Mempunyai minat dan kepentingan yang
sama terutama dalam bidang usaha perikanan
4) Para anggota biasanya memiliki
kesamaan-kesamaan dalam tradisi/kebiasaan, domisili, lokasi usaha, status
ekonomi, bahasa, pendidikan dan usia
5) Bersifat informal, artinya :
a. Kelompok terbentuk atas keinginan dan
pemufakatan mereka sendiri.
b. Memiliki peraturan sanksi dan
tanggung jawab, meskipun tidak tertulis.
c. Hubungan antar anggota luwes, wajar,
saling mempercayai dan terdapat solidaritas
Terbentuknya sebuah kelompok pelaku utama
kelautan dan perikanan di suatu wilayah tertentu diharapkan akan merupakan
wadah kebersamaan para pelaku utama dalam upaya untuk menuju ke arah
terciptanya pelaku utama yang tangguh, yaitu mampu mengambil keputusan dan
tindakan secara mandiri dalam upaya memecahkan masalahnya sendiri, menghadapi
tantangan dan mengatasi kendala yang ada.
Kelembagaan
Pelaku Utama Perikanan Mandiri dicirikan dengan ikatan yang terbentuk pada
kelompok tumbuh berkembang menuju kemampuan kelompok untuk mengatur dan
mengarahkan diri sendiri dengan memanfaatkan, mengolah dan mengelola
optimalisasi potensi sumberdaya untuk kesejahteraan anggotanya.
Berdasarkan Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan RI Nomor 14 Tahun 2012 bahwa penumbuhan dan pengembangan
kelembagaan pelaku utama perikanan merujuk kepada lima tolok ukur, yaitu
1) perencanaan,
2) kemampuan berorganisasi,
3) akses kelembagaan,
4) kemampuan wirausaha, dan
5) kemandirian.
Kelembagaan Pelaku Utama
Perikanan Mandiri terklasifikasi
menjadi 2 kelas, yaitu :
a) Kelompok
Madya, dengan batas nilai skoring 351 s.d 650, dan
b) Kelompok
Utama, dengan batas nilai skoring 651 s.d 1.000.
Kelembagaan
Pelaku Utama Perikanan Mandiri secara umum memiliki ciri sebagai
berikut :
1) Adanya aturan/norma yang
disepakati dan ditaati bersama dalam bentuk AD/ART;
2) Adanya pertemuan/rapat pengurus
yang diselenggarakan secara berkala dan berkesinambungan. Pertemuan yang
diadakan secara berkala dan berkesinambungan akan berdampak pada terjadinya
keakraban anggota, terjadinya forum diskusi untuk memecahkan masalah-masalah
dalam berusaha dan langkah-langkah pemecahan secara bergotong royong;
3) Tersusunnya rencana kerja
kelompok secara bersama dan dilaksanakan oleh pelaksana sesuai kesepakatan
bersama, dan setiap akhir pelaksanaan dilakukan evaluasi secara partisipasi,
Rencana kerja kelompok ini dalam bentuk Rencana Definitif Kelompok
(RDK)/Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK);
4) Memiliki
pencatatan/pengadministrasian yang rapi, baik administrasi
umum/kesekretariatan, maupun administrasi keuangan sampai ke tingkat
seksi;
5) Memiliki kegiatan-kegiatan
usaha bersama di sektor hulu dan hilir, Kelembagaan Pelaku Utama
Perikanan memberi kemudahan bagi anggota untuk memperoleh sarana produksi,
pengolahan, dan pemasaran;
6) Memiliki usaha secara komersial
dan berorientasi pasar, dalam hal ini kelompok memberi informasi akan komoditas
yang dibutuhkan pasar dan mengupayakan kemudahan agar anggota dapat
mengusahakan komoditi tersebut;
7) Tersedianya pelayanan informasi
dan teknologi untuk usaha para pelaku utama perikanan pada umumnya dan anggota
kelompok pada khususnya, Dalam hal ini kelompok dapat melaksanakan kegiatan
pengembangan usaha perikanan bekerjasama dengan sumber teknologi seperti lembaga
penelitian, penyuluh, swasta, dll;
8) Terjalinnya kerjasama antara
kelompok dengan pihak lain. Kerjasama dapat dilakukan dalam berbagai kegiatan
seperti pengembangan teknologi, penyediaan sarana produksi dan pemasaran;
9) Adanya pemupukan modal usaha
baik iuran dari anggota atau penyisihan hasil usaha/kegiatan kelompok.
Kegiatan usaha kelompok dapat berupa pelayanan jasa saprokan, jasa pemasaran,
jasa penjualan saprokan, jasa simpan pinjam, jasa keahlian dari anggota
kelompok seperti membuat pakan ikan.